Tentang Dia dan Pikirannya #1 : Belajar dari Mengajar di TPA

download (4)

“Coba bantuin di TPA aja. Lagi kurang guru tuh di sana. Daripada nganggur aja..”

Dia pun kembali membatin dalam hatinya. Dilema antara ingin dan tak ingin saat pertama ditawari bantu-bantu mengajar ngaji di TPA tersebut. Dia lagi-lagi takut, takut bila  nantinya dia tidak bisa tegas dan lembut. Takut bila nantinya dia tidak bisa mengendalikan anak-anak kecil. Tapi, di sisi lain, ada secuil harapan di hatinya agar dirinya bisa mendapatkan pengalaman mengajar di TPA. Bukan, bukan semacam pengalaman bekerja untuk sebuah karir di masa depan, melainkan lebih kepada rasa penasarannya selama ini terhadap anak-anak. Kesukaannya saat melihat tingkah polos dan tulusnya anak-anak yang masih bersih hatinya. Dia selalu penasaran dan ingin terus belajar banyak hal dari dunia anak kecil yang sebetulnya mengajarkan jutaan hal kepada orang dewasa. Ya, aku tahu, dia menginginkannya. Tapi, dia pun takut bila tak bisa menjalankannya dengan baik. Aku tahu, dia selalu memiliki dua hal yang saling bertolakbelakang dalam pikirannya itu. Selalu, selalu seperti itu..

Akhirnya dia pun memberanikan diri untuk masuk menjadi bagian di TPA itu. Tak peduli apa kata orang lagi, dia pun memantapkan hati untuk menjalankan rutinitas baru meski kalo bisa dibilang jadi asisten guru ngaji saja kok.. pikirnya, yang selalu tak mau dianggap hebat.

Sebelum langsung menghadapi anak-anak yang kira-kira berumur 3-7 tahun tersebut, dia harus menemui Ibu Guru yang merupakan kepala TPA itu. Dia pun menganggap pertemuan itu seolah ‘wawancara kerja’nya untuk bisa bergabung di TPA. Ya, dia memang memiliki pemikiran yang aneh-aneh untuk segala hal. Hehe

Oke, kembali lagi dengan dia yang kuceritakan ini.

Dia pun diajarkan kembali bagaimana menegaskan membaca iqro’ kepada anak-anak. Aku tahu, saat itu dia sedang teringat kembali masa kecilnya dulu yang juga belajar dari awalnya iqro’, juz ama, hingga bisa membaca Alqur’an. Tak menyangka bahwa kesempatan barunya sekarang adalah mengajar mengaji di TPA yang sama dengan tempat mengajinya dulu. Alhamdulillah, bukankah skenario Allah itu memang begitu indah..  :’) Aku pun menerjemahkan rasa harunya saat pikirannya sedang mengenang masa kecilnya tersebut..

Saat itu dia pun dites membaca Alqur’an di depan Bu guru. Aku menangkap rasa gugupnya saat membaca alqur’an di hadapan orang lain. Rupanya sudah lama sekali lantunan bacaan alqur’annya tidak disimak.  Beberapa kali dia membaca dengan suara pelan karena takut salah. Dan benar saja, beberapa kali dia pun masih banyak yang tidak disiplin panjang pendeknya, masih kurang jelas hukum tajwidnya, dsb. “Masih harus banyak belajar dan berlatih lagi..”, batinnya saat itu.

Hari-hari di TPA pun mengajarkannya akan arti melatih kesabaran dalam menghadapi anak kecil. Sebab selama ini dia merasa dirinya masih sering tak sabaran, terburu-buru, dan kurang ramah dengan orang lain. Aku rasa rutinitas barunya ini cocok untuk menghilangkan sedikit rasa takutnya, melatih senyumnya, dan mengurangi rasa sedihnya saat dia kembali merasa kesepian. Ya, aku rasa dia memang memerlukan rutinitas seperti mengajar di TPA. Bertemu dengan anak-anak kecil selalu membuatnya sedikit lebih ceria dari biasanya, dan tak mungkin kan, bila dia menampakkan kesedihannya di depan anak-anak. Ya, aku rasa begitu.. Semoga saja kesibukan positifnya di setiap sore itu membuatnya terus semangat untuk mewujudkan mimpinya satu per satu. Karena setiap penantian harus lah tetap diiringi dengan kesibukan yang positif agar tak terasa. Aku harap, waktunya kini tak lagi banyak sia-sia..

 “Allahummarhamna bil Quran waj’alhulana imaamau wa nuurau wa hudaw wa rahmah, Allahumma dzakkirna minhu maa nasiina, wa ’allimna minhumaa jahiilna warzuqna tilaawatahu aana al laili wa athrofannahar waj’alhu lana hujjatan. Yaaa rabbal ‘alamiin”

Belajar mengaji pun ditutup dengan doa khatam Alqur’an seperti biasanya. Ya, masih sama, sama seperti saat dia mengaji di TPA itu  dulu..

 

Semoga Saja Segera..

images (2)

Bila peluang itu masih ada, maka jangan berhenti dan menyerah sebelum berperang.. Terus bersedih seolah kau orang yang tak ada potensi sama sekali, dan terus terpuruk dengan negatifmu saja.. Teruslah mencoba hingga waktu mencoba itu tak lagi ada.. Bangun prasangka baikmu setiap harinya bahwa semua tak seburuk yang kau kira, karena bisa saja ada rencana dari Alloh yang indah untuk perjalananmu selanjutnya..

Bila kau masih disuruh menunggu inginmu itu, maka tetaplah buat sibukmu sendiri.. Barangkali hal yang tak terduga yang disiapkanNya berasal dari sibuk dan rutinitas positif yang kau bangun di penantian ini.. Barangkali di situlah ‘hadiah’ nya tersembunyi selama ini.. Bukan berarti potensimu tak ada, bukan.. Tapi masih belum saatnya untuk ‘hadiah’ itu dikeluarkan.. Tak usahlah pedulikan perkataan orang-orang yang seolah tak sabaran itu.. Tetaplah tenang dan berusaha.. Tetaplah berdoa di malam-malam ketika kebanyakan orang terlelap dalam tidurnya.. Sebab hanya itulah yang dapat menunjukkan keseriusan dan kesungguhan atas apa yang kau pinta.. Semoga saja diri ini kuat dan terus mengupayakan dengan sebaik-baiknya.. Semoga saja segera.. Ya, segera.. :’)